Penerimaan gen z tentang feminine dan masculine energy pada tikTok @feminiyou sebagai strategi hubungan PDKT

Penulis

  • Savira Rainanda UPN "Veteran" Jawa Timur
  • Windri Saifudin UPN "Veteran

Abstrak

Abstract

In the digital era, social media platforms such as TikTok significantly shape young people’s perceptions of gender and interpersonal relationships. A prominent narrative is the concept of feminine and masculine energy, often presented as a guide for attraction and relational dynamics. Accounts like @feminiyou encourage women to highlight their feminine traits to balance men’s masculine energy. While appealing, this narrative may reinforce traditional gender stereotypes, restrict self-expression, and create performative pressures in relationships. This study employs a qualitative descriptive approach using Stuart Hall’s reception analysis, categorizing audiences as dominant-hegemonic, negotiated, or oppositional. Findings reveal that most Generation Z respondents adopt a negotiated position, accepting some aspects of the message while adapting it to personal values, cultural norms, experiences, and relational contexts. Feminine and masculine energy are often applied as image-management strategies in early-stage relationships (front stage), but their use becomes flexible or is rejected in more intimate stages (back stage) if it conflicts with authenticity. These results suggest that Generation Z actively and adaptively interprets gender expectations, maintaining relationships that are healthy, equitable, and meaningful.

Keywords: Feminine energy; masculine energy; gender role; generation Z; TikTok.

 

Abstrak

Di era digital, media sosial seperti TikTok memiliki pengaruh signifikan dalam membentuk pemahaman generasi muda mengenai gender dan hubungan interpersonal. Salah satu narasi yang populer adalah konsep feminine dan masculine energy, yang sering dianggap sebagai panduan dalam membangun daya tarik dan dinamika hubungan romantis. Misalnya, akun TikTok @feminiyou mendorong perempuan untuk menonjolkan sisi feminin sebagai upaya menciptakan keseimbangan dengan masculine energy laki-laki. Meskipun narasi ini tampak menarik, penerapannya berpotensi memperkuat stereotip peran gender tradisional, membatasi ekspresi diri, dan memunculkan tekanan performatif dalam relasi. Penelitian ini bertujuan menganalisis penerimaan Generasi Z terhadap narasi tersebut melalui pendekatan deskriptif kualitatif, menggunakan metode analisis resepsi Stuart Hall yang membagi audiens menjadi tiga kategori: dominant-hegemonic, negotiated, dan oppositional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas informan berada pada posisi negotiated, yakni menerima sebagian pesan tetapi menyesuaikannya dengan nilai pribadi, budaya, pengalaman, dan dinamika hubungan. Konsep feminine dan masculine energy sering dimaknai sebagai strategi pencitraan pada tahap awal hubungan (front stage) dan dijadikan panduan untuk membangun hubungan ideal. Namun, saat relasi berkembang ke tahap lebih intim (back stage), penerapannya menjadi lebih fleksibel atau bahkan ditolak apabila bertentangan dengan otentisitas diri. Dengan demikian, Generasi Z tidak bersikap pasif terhadap pengaruh media, tetapi secara aktif dan adaptif menafsirkan ulang ekspektasi gender demi menjaga relasi yang sehat, setara, dan bermakna.

Kata-kata kunci: Feminine energy; masculine energy; peran gender; generasi Z; TikTok.

Diterbitkan

2025-10-29

Terbitan

Bagian

Jurnal Komunikasi Universitas Garut : Hasil Pemikiran dan Penelitian