ANALISIS SEMIOTIKA KRITIK SOSIAL INDUSTRI TV NASIONAL PADA FILM PRETTY BOYS
DOI:
https://doi.org/10.52434/jk.v8i1.1185Abstrak
AbstrakÂ
Film Pretty Boys merupakan film bergenre komedi dengan Anugrah dan Rahmat sebagai tokoh utama dalam film ini. Mengisahkan tentang perjalanan dua orang sahabat dari desa yang ingin menjadi artis di Ibu kota, dan mengangkat Industri pertelevisian Nasional, Anugrah dan Rahmat harus rela memiliki persona lelaki kemayu agar mendapatkan panggung di TV. Penelitian ini bertujuan untuk mencari makna konotasi, denotasi, dan mitos tentang kritik sosial dalam indutri pertelevisian Nasional pada Film Pretty Boys. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan semiotika Roland Barthes. Adegan yang menjadi objek penelitian terdiri dari 4 adegan yang menunjukan kritik sosial pada industri TV. Hasil dari penelitian ini menunjukkan kritik sosial terhadap indutri pertelevisian nasional mengimingimingi penonton bayaran dengan pengetahuan minim, membuat seolah-olah jika kita berhasil diliput atau masuk televisi maka kita akan terkenal, menggunakan talent waria sebagai pemicu gelak tawa penonton dan membuat berbagai macam gimmick demi menaikan rating.
Â
Kata-kata kunci : Film; industri tv; kritik sosial; semiotika
Â
AbstractPretty Boys is a comedy genre film with Anugrah and Rahmat as the main characters in this film. Tells about the journey of two friends from a village who want to become artists in the capital city, and raise the national television industry, Anugrah and Rahmat must be willing to have gay persona to get a stage on TV. This study uses a qualitative method with the semiotic approach of Roland Barthes. This study aims to find the meaning of connotations, denotations, and myths about social criticism in the National television industry in Pretty Boys. The scene which is the object of the research consists of 4 scenes that show social criticism of the TV industry. The results of this study show that social criticism of the national television industry lures paid viewers with minimal knowledge, making it seem as if we are successful in being covered or on television then we will be famous, using lady boy talents as a trigger for audience laughter and making various kinds of gimmicks for the sake of raise the rating.
Â
Keywords:Â Film; semiotics; social criticism; tv industry
Referensi
Arfanda, F., & Anwar, S. (2015). Konstruksi Sosial Masyarakat Terhadap Waria. Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin, 1(No. 1), 93–102.
http://journal.unhas.ac.id/index.php/kr itis/article/view/5
Gemiharto, I., Abdullah, A., & Puspitasari, L. (2017). Kajian Kritis Tayangan Televisi Favorit Kelas Menengah Perkotaan. ProTVF: Jurnal Kajian Televisi Dan Film, 1(1), 13–29.
Khusna, A. I. (2018). Strategi Kreatif Produser Dalam Mempertahankan
Eksistensi Program Kangen TembangTembung Di Aditv Yogyakarta the
Producer ’ S Creative Strategy in Defending the Existence of.
Koeswinarno. (1993). Profil Waria
Yogjakarta.
Listiorini, A. D. (2006). Representasi Waria Dalam Film Indonesia. 1–14.
Mengapa Kita Mudah Dibohongi? (2016).
BBC Indonesia.
https://www.bbc.com/indonesia/vert_f
ut/2016/04/160421_vert_fut_dibohon
gi
Nasution. (1998). Metode Penelitian Naturalistik. Bandung: Tarsito.
Pahlawani, N., & Yuwono, S. (2010). Dinamika psikologis harga diri pada waria. Jurnal Ilmiah Berkala
Psikologi, 12, 161–168.
Panjaitan, E., & Iqbal, D. (2006). Matinya Rating Televisi: Ilusi Sebuah Netralitas. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Santoso, H. (2016). Masyarakat Indonesia Gampang Tersugesti. News Unika. https://news.unika.ac.id/2016/10/kristi ana-haryanti-masyarakat-indonesiagampang-tersugesti/
Sobur, A. (2013). Semiotika Komunikasi.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Utama, A. (2016). Komisi Penyiaran Larang Penampilan Pria Berperilaku
Wanita. CNN Indonesia.
https://www.cnnindonesia.com/nasion al/20160224163957-20113238/komisi-penyiaran-larangpenampilan-pria-berperilaku-wanita